0 Koin | 1 Terjemahan
Bukan untuk menentang poin kedua, namun untuk menegaskan cara subjek/gagasan formal mencerminkan obsesi fisik masyarakat yang menciptakannya dan secara lebih jauh untuk menekankan bahwa alternatif film harus dibuat dengan menentang obsesi dan asumsi tersebut. Karya film yang original dan modern secara politik dan estetika mulai mendapat ruang, tetapi hanya dapat berfungsi sebagai pengiring. Kehebatan gaya Hollywood pada puncaknya (dan semua film yang dipengaruhinya) berkembang, pada satu aspek penting yang berasal dari kemampuan dan manipulasi keindahan visual yang memuaskan. Tanpa ada lawan, film kebanyakan menggunakan prinsip berupa hal berbau erotis dalam sistem dominan patriarki. Pada film Hollywood yang sangat berkembang hanya melalui prinsip itulah, subjek terisolasi; terkoyak dalam ingatan imajinernya oleh perasaan kehilangan; tidak memiliki cukup potensi berfantasi; hampir menemukan kepuasan sekilas: melalui keindahannya yang terjadi dalam obsesinya sendiri. Artikel ini akan membahas paduan rasa puas terhadap hal erotis pada film, maknanya, dan terutama citra wanita. Dikatakan bahwa menganalisa kepuasan atau keindahan justru akan merusaknya. Itulah tujuan dari artikel ini.
Kepuasan dan bertambah kuatnya ego yang mewakili titik puncak sejarah film sampai saat ini perlu di kritik. Bukan karena dapat mengubah suatu kesenangan/kepuasan baru, yang tidak mungkin ada dalam suatu gagasan nyata ataupun mengintelektualisasikan hal yang tidak memberikan kesenangan/kepuasan, tetapi memberi peluang untuk meniadakan kemudahan dan kelimpahan film fiksi naratif. Alternatif rasa puas yang didapat adalah perasaan yang timbul karena meninggalkan gagasan terdahulu tanpa menolaknya, memperbarui ide lama, dan meninggalkan bentuk ketidakadilan, atau berani melanggar ekspektasi kesenangan normal untuk mendapat makna baru keinginan/hasrat.
II. Kesenangan dalam Melihat/Kepuasan atas Bentuk Manusia
A. Film menawarkan banyak kesenangan. Salah satunya adalah scopophilia. Ada beberapa keadaan saat melihat film menjadi sumber kesenangan, dan sebaliknya terdapat rasa senang saat dilihat. Awalnya, dalam karyanya Three Essays on Sexuality, Freud mengelompokkan scopophilia sebagai salah satu komponen insting seksualitas yang muncul tersendiri pada zona erotogenic. Pada sudut pandang ini, ia mengasosiasikan scopophilia dengan menganggap orang lain sebagai objek, dan ingin menundukkannya dengan tatapan penuh kendali dan ingin tahu. Contoh yang diutarakan oleh Freud seperti perilaku anak-anak yang memandang orang lain terutama pada area pribadi, keinginan mereka untuk melihat privasi dan hal terlarang (keingintahuan tentang alat kelamin orang lain dan fungsinya, ada dan tidak adanya penis, dan meninjau ke belakang, tentang adegan utama. Dalam analisis ini, scopophilia berperan aktif. (Kemudian, dalam Instincts and Their Vicissitudes, Freud mengembangkan teori scopophilia lebih jauh, awalnya mengaitkannya dengan pre-genital auto-eroticism , setelah kesenangan/kepuasan melihat didapat ..